Sebagian orang dengan tergesa-gesa,
tanpa pengkajian mendalam, telah menjatuhkan vonis bid'ah dhalalah kepada umat
Islam yang mengamalkan shalawat yang redaksinya berasal dari para ulama.
Menurut mereka, semua shalawat yang tidak berasal dari Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bid'ah, dan orang yang membaca dan mengamalkannya
akan masuk ke dalam neraka. Menurut mereka lagi, satu-satunya redaksi shalawat
yang dibenarkan oleh syariat hanyalah yang datang dari lisan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Benarkah demikian? Berikut akan kami
paparkan penjelasan yang memperlihatkan bahwa pernyataan di atas adalah tidak
benar dan bertentangan dengan yang diamalkan oleh para ulama dari kalangan
Salafunash Shalih.
Perlu diketahui bahwa redaksi shalawat
kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam jumlahnya sangatlah banyak.
Sebagian pakar bahkan memperkirakan jumlahnya mencapai belasan ribu. Tentu saja
redaksi shalawat yang dikarang oleh para ulama jumlahnya jauh lebih banyak dari
redaksi shalawat yang langsung diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam yang informasinya dapat kita peroleh dari hadits-hadits yang telah
diriwayatkan hingga kepada kita.
Untuk mendapatkan redaksi shalawat yang
beragam itu tentu kita tidak hanya merujuk kepada hadits-hadits Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun juga kepada kitab-kitab karya para ulama.
Beragamnya redaksi shalawat biasanya karena para ulama ingin mengungkapkan
kecintaan mereka kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan cita
rasa dan bahasa terindah yang mampu mereka sampaikan. Namun demikian, di balik
beragamnya redaksi shalawat tersebut, satu hal yang pasti bahwa seluruhnya
memiliki dasar yang sama, yakni kecintaan, pemuliaan, dan pengagungan kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Mungkin Anda bertanya, "Apakah
syariat membolehkan mengarang sendiri redaksi shalawat di luar redaksi shalawat
yang diajarkan secara langsung oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
sebagaimana yang tercantum di dalam hadits-haadits beliau? Apakah para sahabat,
sebagai orang yang menjalani masa kehidupan bersama Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam juga membuat (mengarang) sendiri shalawat-shalawat untuk
beliau?"
Untuk menjawab pertanyaan itu, rasanya
cukup kami tampilkan di sini dua riwayat yang memperlihatkan bahwa
sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah menciptakan
sendiri shalawat-shalawat terindah yang mereka persembahkan untuk sang kekasih,
Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Shalawat Karangan Abdullah bin Mas'ud
ra
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
مَسْعُوْدٍِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: اِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاَحْسِنُوا الصَّلاَةَ عَلَيْهِ، فَاِنَّكُمْ
لاَ تَدْرُوْنَ لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ. فَقَالُوْا لَهُ: فَعَلِّمْنَا،
قَالَ: قُوْلُوْا: اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَرَحْمَتِكَ وَبَرَكَاتِكَ
عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَاِمَامِ اْلمُتَّقِيْنَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ
مُحَمَّدٍِ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ اِمَامِ الْخَيْرِ وَقَائِدِ الْخَيْرِ
وَرَسُوْلِ الرَّحْمَةِ، اللَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا يَغْبِطُهُ
بِهِ اْلاَوَّلُوْنَ وَاْلاَخِرُوْنَ. حديث صحيح رواه ابن ماجه (906 ) وعبد الرزاق
في المصنف (3109 ) وأبو يعلى في مسنده (5267 )، والطبراني في المعجم الكبير (9/
115 )، واسماعيل القاضي في فضل الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم (ص/ 59 )، وذكره
الشيخ ابن القيم في جلاء الافهام (ص/ 36
Abdullah bin Mas'ud ra berkata,
"Apabila kalian bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, maka buatlah redaksi shalawat yang bagus untuk beliau, siapa tahu
shalawat kalian itu diberitahukan kepada beliau." Mereka (para sahabat)
menjawab, "Ajari kami cara bershalawat yang bagus kepada beliau."
Abdullah bin Mas'ud ra menjawab, "Katakanlah: [Allaahummaj'al shalawaatika
wa rahmatika wa barakaatika 'alaa sayyidil mursaliina wa imaamil muttaqiina wa
khaatimin nabiyyiina Muhammadin 'abdika wa rasuulika imaamil khairi wa qaa-idil
khairi wa rasuulir rahmati, Allaahummab 'atshu maqaamam mahmuudan yaghbithuhu
bihil awwaluuna wal aakhiruun] "Ya Allah, jadikanlah segala shalawat,
rahmat dan berkah-Mu kepada Sayyid para Rasul, pemimpin orang-orang yang
bertakwa, pamungkas para nabi, yaitu Nabi Muhammad hamba dan rasul-Mu, pemimpin
dan pengarah kebaikan dan rasul yang membawa rahmat. Ya Allah, anugerahilah
beliau maqam terpuji yang menjadi harapan orang-orang terdahulu dan orang-orang
terkemudian."
Hadits shahih ini diriwayatkan oleh
Ibnu Majah [906], Abdurrazzaq [3109], Abu Ya'la [5267], al-Thabrani dalam
Mu'jam al-Kabir [9/115] dan Ismail al-Qadhi dalam Fadhl al-Shalat, halaman 59.
Hadits ini juga disebutkan oleh Ibnul Qayyim Jauziyah dalam kitabnya Jala'
al-Afham, halaman 36 dan 72.
Coba Anda perhatikan riwayat di atas.
Bukankah di dalamnya kita dapatkan informasi bahwa Abdullah bin Mas'ud ra telah
meminta kepada para sahabat yang lain agar membuat redaksi shalawat yang bagus
dan baik untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan, beliau sendiri
telah menyusun sebuah redaksi shalawat dan mengajarkannya kepada yang
lain.
Shalawat Karangan Ibnu Abbas ra
وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ اَنَّهُ كَانَ اِذَا صَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ شَفَاعَةَ مُحَمَّدٍِ اْلكُبْرَى
وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ اْلعُلْيَا وَاَعْطِهِ سُؤْلَهُ فِي اْلاَخِرَةِ
وَاْلاُوْلَى كَمَا اَتَيْتَ اِبْرَاهِيْمَ وَمُوْسَى. رواه عبد بن حميد في مسنده
وعبد الرزاق في المصنف (3104 ) واسماعيل القاضي في فضل الصلاة على النبي صلى الله
عليه وسلم (ص/ 52 ). وذكره الشيخ ابن القيم في جلاء الافهام (ص/ 76 ). قال الحافظ
السخاوي في القول باديع (ص/ 46 ): اسناده جيد قوي صحيح
Ibnu Abbas ra apabila membaca shalawat
kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau berkata: [Allaahumma
taqabbal syafaa'ata Muhammadinil kubra warfa' darajatahul 'ulyaa wa a'thihi
su'lahu fil aakhirati wal uulaa kamaa ataita Ibraahiima wa Muusaa] "Ya
Allah, kabulkanlah syafaat Nabi Muhammad yang agung, tinggikanlah derajatnya
(dengan derajat) yang luhur, dan berilah permohonannya di dunia dan akhirat
sebagaimana Engkau (telah) mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim dan Musa."
Hadits ini diriwayatkan oleh Abd Humaid
dalam al-Musnad, Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf [3104] dan Ismail al-Qadhi
dalam Fadhl al-Shalat 'ala al-Nabiy Shallallahu 'alaihi wa Sallam, halaman 51.
Hadits ini juga disebutkan oleh Ibnul Qayyim Jauziyah dalam kitabnya Jala' al-Afham,
halaman 76. Al-Hafizh al-Sakhawi mengatakan dalam al-Qaul Badi', halaman 46,
sanad hadits ini jayyid, kuat dan shahih.
Berdasarkan kedua riwayat di atas maka
bisa disimpulkan bahwa syariat Islam membolehkan kita untuk membuat (mengarang)
redaksi shalawat demi menumbuhkan rasa cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, mengagungkan dan memuliakan beliau. Bila Anda tidak mampu membuat
redaksi shalawat sendiri, tentunya merujuk kepada redaksi-redaksi shalawat yang
diajarkan para ulama yang kecintaan mereka kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam tak perlu diragukan lagi adalah lebih utama. Syariat Islam
bukan hanya membolehkan membuat redaksi shalawat, namun juga membolehkan
mengamalkan shalawat-shalawat karya para ulama, di samping mengamalkan shalawat
yang ma'tsur dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Imam Syafi'i pun Menyusun Redaksi
Shalawat
Diriwayatkan bahwa Imam Syafi'i telah
menulis shalawat dengan redaksi sebagai berikut:
صَلَّى اللهُ عَلٰى مُحَمَّدٍِ عَدَدَ
مَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وَعَدَدَ مَا غَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ اْلغَافِلُوْنَ
"Semoga Allah mencurahkan rahmat
kepada Nabi Muhammad sejumlah ingatan orang-orang yang berdzikir kepada-Nya dan
sejumlah kelalaian orang-orang yang lalai kepada-Nya."
Hal ini diriwayat oleh banyak ulama, di
antaranya Ibnul Qayyim Jauziyah dalam Jala' al-Afham, halaman 230, al-Hafizh
al-Sakhawi dalam Qaul Badi', halaman 254, dan lain-lain.
Setelah menyimak paparan di atas, coba
bandingkan dengan fatwa nyeleneh sebagian orang yang membid'ahkan mengarang
shalawat dan menghukumi haram bershalawat dengan redaksi shalawat yang dikarang
oleh para ulama.
Jika mengarang shalawat kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah perbuatan yang masuk kategori bid'ah
dhalalah, tentulah sahabat sekaliber Abdullah bin Mas'ud ra dan Ibnu Abbas ra
tidak akan melakukannya. Tentu pula ulama mujtahid mutlaq sekaliber Imam
Syafi'i pun akan meninggalkannya. Jika mengamalkan shalawat selain yang datang
dari Nabi Shallallahu 'alaih wa sallam adalah haram, tentulah Abdullah bin
Mas'ud ra tidak akan mengajarkan shalawat karangannya kepada para sahabat yang
lain.
Dengan demikian, mengamalkan shalawat
yang dikarang oleh para ulama adalah dibolehkan dan insya Allah tidak termasuk
dalam perbuatan bid'ah dhalalah sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang
yang dangkal pemahamannya terhadap syariat Islam.
Wallahu 'alam
0 komentar:
Posting Komentar