1. Islam.
2. Merdeka (bukan budak, hamba sahaya).
3. Mempunyai kelebihan makanan atau
harta dari yang diperlukan di hari raya dan malam hari raya. Maksudnya
mempunyai kelebihan dari yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan orang-orang
yang wajib ditanggung nafkahnya, pada malam dan siang hari raya. Baik kelebihan
itu berupa makanan, harta benda atau nilai uang.
4. Menemui waktu wajib mengeluarkan zakat
fitrah. Artinya menemui sebagian dari bulan Ramadhan dan sebagian dari awalnya
bulan Syawwal (malam hari raya).
Keterangan:
Yang dimaksud “ mempunyai kelebihan di
sini “ adalah kelebihan dari kebutuhan pokok sehari-harinya. Maka barang yang
menjadi kebutuhan sehari-hari, seperti rumah yang layak, perkakas rumah tangga
yang diperlukan, pakaian sehari-hari dan lain-lain tidak menjadi perhitungan.
Artinya, jika tidak mampu membayar zakat fitrah, harta benda di atas tidak
wajib dijual guna mengeluarkan zakat.
B. Jenis
dan Kadar
Zakat
Fitrah
1. Berupa bahan makanan pokok daerah
tersebut (bukan uang).
2. Sejenis. Tidak boleh campuran.
3. Jumlahnya mencapai satu sha’
untuk setiap orang. ( 1 sha’
= 4 mud = kurang lebih 3 Kilogram).
4. Diberikan di tempat orang yang
dizakati.
Misalnya, seorang ayah yang berada di
Surabaya dengan makanan pokok beras, menzakati anaknya yang berada di Kediri
dengan makanan pokok jagung. Maka jenis makanan yang digunakan zakat adalah
jagung dan diberikan pada faqir miskin di Kediri.
Catatan :
- Menurut Imam Abu Hanifah, zakat
fitrah boleh dikeluarkan dalam bentuk uang.
- Jika tidak mampu 1 sho’, maka
semampunya bahkan jika tidak mempunyai kelebihan harta sama sekali, maka tidak
wajib zakat fitrah.
C. Waktu
mengeluarkan zakat fitrah
Waktu pelaksanaan
mengeluarkan zakat fitrah terbagi menjadi 5 kelompok :
1. Waktu wajib : Yaitu, ketika menemui bulan Ramadhan
dan menemui sebagian awalnya bulan Syawwal. Oleh sebab itu orang yang meninggal
setelah maghrib malam 1 Syawwal, wajib dizakati. Sedangkan bayi yang lahir
setelah maghrib malam 1 Syawwal tidak wajib dizakati.
2. Waktu jawaz : Yaitu,
sejak awal bulan Ramadhan sampai memasuki waktu wajib.
3. Waktu Fadhilah : Yaitu,
setelah terbit fajar dan sebelum shalat hari raya.
4. Waktu makruh : Yaitu,
setelah shalat
hari raya sampai menjelang tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawwal kecuali
jika ada udzur,
seperti menanti kerabat atau orang yang lebih membutuhkan, maka hukumnya tidak
makruh.
5. Waktu haram : Yaitu,
setelah tenggelamnya matahari tanggal 1 Syawwal, kecuali jika ada udzur seperti
hartanya tidak ada di tempat
tersebut atau menunggu orang yang berhak menerima zakat, maka hukumnya tidak
haram. Sedangkan status dari zakat yang dikeluarkan tanggal 1 Syawwal adalah qadha’.
D. Syarat
Sahnya
Zakat
:
1. Niat.
Harus niat di dalam hati ketika
mengeluarkan zakat, memisahkan zakat dari yang lain, atau saat memberikan zakat
kepada wakil untuk disampaikan kepada yang berhak atau antara memisahkan dan
memberikan.
- Niat zakat untuk diri sendiri :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ
اْلفِطْرِعَنْ نَفْسِي / هَذَا زَكاَةُ مَالِي اْلمَفْرُوْضَةْ
" Saya niat mengeluarkan zakat
untuk diriku / ini adalah zakat harta wajibku “
Jika niat zakat fitrah atas nama orang
lain, hukumnya diperinci sebagai berikut :
a. Jika orang lain yang dizakati
termasuk orang yang wajib ditanggung nafkah dan zakat fitrahnya, seperti istri,
anak-anaknya yang masih kecil, orang tuanya yang tidak mampu dan setrusnya,
maka yang melakukan niat adalah orang yang mengeluarkan zakat tanpa harus minta
izin dari orang yang dizakati. Namun boleh juga makanan yang akan digunakan
zakat diserahkan oleh pemilik kepada orang-orang tersebut supaya diniati
sendiri-sendiri.
b. Jika mengeluarkan zakat untuk orang
yang tidak wajib ditanggung nafkahnya, seperti orang tua yang mampu,
anak-anaknya yang sudah besar (kecuali jika dalam kondisi cacat atau yang
sedang belajar ilmu agama), saudara, ponakan, paman atau orang lain yang tidak
ada hubungan darah dan seterusnya, maka disyaratkan harus mendapat izin dari
orang-orang tersebut. Tanpa izin dari mereka, maka zakat yang dikeluarkan
hukumnya tidak sah.
- Niat atas nama anaknya yang masih
kecil :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ
اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي الصَّغِيْرِ...
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas
nama anakku yang masih kecil…”
- Niat atas nama ayahnya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ
اْلفِطْرِعَنْ اَبِي ...
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas
nama ayahku…”
- Niat atas nama ibunya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ
اْلفِطْرِعَنء اُمِّي ...
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas
nama ibuku…”
- Niat atas nama anaknya yang sudah
besar dan tidak mampu :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ
اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي اْلكَبِيْرِ...
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas
nama anakku yang sudah besar…”
2. Dikeluarkan kepada orang-orang yang
berhak menerima zakat.
Orang-orang yang berhak menerima zakat
:
Ada 8 golongan yang berhak menerima
zakat dalam Al-Quran Allah Swt berfirman :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ
وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي
الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً
مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.
a. Faqir
Faqir adalah orang yang tidak mempunyai
harta atau pekerjaan sama sekali, atau orang yang mempunyai harta atau
pekerjaan namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya. Misalnya dalam sebulan ia
butuh biaya sebesar Rp 500.000, namun penghasilannya hanya mendapat Rp 200.000
(tidak mencapai separuh yang dibutuhkan). Yang dimaksud dengan harta dan
pekerjaan di sini adalah harta yang halal dan pekerjaan yang halal dan layak.
Dengan demikian yang termasuk golongan
faqir adalah :
1.Tidak mempunyai harta dan pekerjaan
sama sekali.
2.Mempunyai harta, namun tidak
mempunyai pekerjaan. Sedangkan harta yang ada sangat tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan selama umumnya usia manusia.
3.Mempunyai harta dan pekerjaan, harta
saja atau pekerjaan saja namun harta atau pekerjaan tersebut haram menurut
agama. Bagi orang yang mempunyai harta yang melimpah atau pekerjaan yang
menjanjikan, namun haram menurut agama, maka orang tersebut termasuk faqir
sehingga berhak dan boleh menerima zakat.
4.Tidak mempunyai harta dan mempunyai
pekerjaan, namun tidak layak baginya. Seperti pekerjaan yang bisa merusak harga
diri, kehormatan dan lain-lain.
b. Miskin.
Miskin adalah orang yang mempunyai
harta atau pekerjaan yang tidak bisa mencukupi kebutuhannya dan orang-orang
yang ditanggung nafkahnya. Misalnya dalam sebulan ia butuh biaya sebesar Rp
500.000, namun penghasilannya hanya mendapat Rp 400.000 (mencapai separuh yang
dibutuhkan).
c. Amil.
Amil zakat yaitu orang-orang yang
diangkat oleh imam
atau pemerintah untuk menarik zakat kepada orang yang berhak menerimanya dan
tidak mendapat bayaran dari baitul mal atau negara. Amil zakat meliputi bagian
pendataan zakat, penarik zakat, pembagi zakat dan lain-lain. Jumlah zakat yang
diterima oleh amil disesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan alias memakai
standart ujroh mistly (bayaran sesuai tugas kerjaannya masing-masing).
Syarat-syarat amil zakat :
1.Islam
2.Laki-laki
3.Merdeka
4.Mukallaf
5.Adil
6.Bisa melihat
7.Bisa mendengar
8.Mengerti masalah zakat (faqih /
menguasai)
d. Muallaf.
Secara harfiyah, muallaf qulubuhum
adalah orang-orang yang dibujuk hatinya. Sedangkan orang-orang yang termasuk
muallaf, yang nota bene berhak menerima zakat adalah :
1. Orang yang baru masuk Islam dan iman (niat)-nya masih lemah.
2. Orang yang baru masuk Islam dan
imannya sudah kuat, namun dia mempunyai kemuliaan di kalangan kaumnya. Dengan memberikan
zakat kepadanya, diharapkan kaumnya yang masih kafir mau masuk Islam.
3. Orang Islam yang melindungi kaum
muslimin dari gangguan dan keburukan orang-orang kafir.
4. Orang Islam yang membela kepentingan
kaum muslimin dari kaum muslim yang lain yang dari golongan anti zakat atau
pemberontak dan orang-orang non Islam.
Semua orang yang tergolong muallaf di
atas berhak menerima zakat dengan syarat Islam. Sedangakan membujuk non muslim
dengan menggunakan harta zakat itu tidak boleh.
e. Budak mukatab.
Budak mukatab yaitu budak yang
dijanjikan merdeka oleh tuannya apabila sudah melunasi sebagian jumlah tebusan
yang ditentukan dengan cara angsuran. Tujuannya untuk membantu melunasi
tanggungan dari budak mukatab.
f. Ghorim (orang yang berhutang).
Ghorim terbagi menjadi 3 bagian :
1. Orang yang berhutang untuk
mendamaikan dua orang atau dua kelompok yang sedang bertikai.
2. Orang yang berhutang untuk
kemaslahatan diri sendiri dan keluarga.
3. Orang yang berhutang untuk
kemaslahatan umum, seperti berhutang untuk membangun masjid, sekolah, jembatan
dan lain-lain.
4.Orang yang berhutang untuk menanggung
hutangnya orang lain.
g. Sabilillah.
Sabilillah yaitu orang yang berperang
di jalan Allah dan tidak mendapatkan gaji. Sabilillah berhak menerima zakat
untuk seluruh keperluan perang. Sejak berangkat sampai kembali, sabilillah dan
keluarganya berhak mendapatkan tunjangan nafkah yang diambilkan dari zakat.
Sedangkan yang berhak memberikan zakat untuk sabilillah adalah imam (penguasa)
bukan pemilik zakat.
Keterangan :
Di kalangan ulama
terdapat khilaf tentang makna fii sabilillah. Ada pendapat mengatakan bahwa
yang dimaksud fii sabilillah tiada lain adalah orang-orang yang menjadi
sukarelawan untuk berperang di jalan Allah Swt dan tidak mendapatkan gaji, dan
inilah pendapat mayoritas para ulama (pendapat yang kuat). Sebagian
ulama mengatakan bahwa fii sabilillah adalah semua aktifitas yang menyangkut
kebaikan untuk Allah sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Qaffal, seperti untuk
sarana-sarana pendidikan dan peribadatan Islam. Dan pendapat ini adalah lemah.
h. Ibnu Sabil (musafir).
Ibnu sabil yaitu orang yang memulai
bepergian dari daerah tempat zakat atau musafir yang melewati daerah tempat
zakat dengan syarat :
1. Bukan bepergian untuk maksyiat
2. Membutuhkan biaya atau kekurangan
biaya. Walaupun ia mempunyai harta di tempat yang ia tuju.
E. Orang-orang
yang Tidak
Berhak
Menerima
Zakat
:
1. Orang kafir atau murtad.
2. Budak /hamba sahaya selain budak
mukatab.
3. Keturunan dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib (para
habaib), sebagaimana hadits shahih, Nabi Saw bersabda :
إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَاتِ إِنَّمَا
هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ
مُحَمَّدٍ
“ Sesungguhya shadaqah ini (zakat)
adalah kotoran manusia dan tidak dihalalkan bagi Muhammad dan keluarga Muhammad
“.
4. Orang kaya. Yaitu orang yang
penghasilannya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
5. Orang yang ditanggung nafkahnya.
Artinya, orang yang berkewajiban menanggung nafkah, tidak boleh memberikan
zakatnya kepada orang yang ditanggung tersebut.
F. Mekanisme
Pembagian
Zakat
Apabila zakat dibagikan sendiri oleh
pemilik atau wakilnya, maka perinciannya sebagai berikut :
- Jika orang yang berhak menerima zakat
terbatas (bisa dihitung), dan harta zakat mencukupi, maka mekanisme
mengeluarkan zakatnya harus mencakup semua golongan penerima zakat yang ada di
daerah tempat kewajiban zakat. Dan dibagi rata antar golongan penerima zakat.
- Jika orang yang berhak menerima zakat
tidak terbatas atau jumlah harta zakat tidak mencukupi, maka zakat harus
diberikan pada minimal tiga orang untuk setiap golongan penerima zakat.
Pemilik zakat tidak boleh membagikan
zakatnya pada orang-orang yang bertempat di luar daerah kewajiban zakat. Zakat
harus diberikan pada golongan penerima yang berada di daerah orang yang
dizakati meskipun bukan penduduk asli wilayah tersebut.
Sedangkan jika
pembagian dilakukan oleh Imam (penguasa), baik zakat tersebut diserahkan
sendiri oleh pemilik kepada imam atau diambil oleh imam, maka harus dibagi
dengan cara sebagai berikut :
a. Semua golongan penerima zakat yang
ada harus mendapat bagian.
b. Selain golongan amil, semua golongan
mendapat bagian yang sama.
c. Masing-masing individu dari tiap
golongan penerima mendapat bagian (jika harta zakat mencukupi)
d. Jika hajat dari masing-masing individu
sama, maka jumlah yang diterima juga harus sama.
Catatan :
Menurut pendapat Imam Ibnu Ujail Rh
adalah :
1. Zakat boleh diberikan pada satu
golongan dari beberapa golongan yang berhak menerima zakat.
2. Zakatnya satu orang boleh diberikan
pada satu yang berhak menerima zakat.
3. Boleh memindah zakat dari daerah
zakat.
Tiga pendapat terakhir boleh kita ikuti
(taqlid) walaupun berbeda dengan pendapat dari Imam Syafi’i. Mengingat sulitnya membagi secara
rata pada semua golongan, apalagi zakat fitrah yang jumlahnya tidak begitu
banyak.
G. Tanya Jawab Seputar
Masalah Zakat
♦ Soal : Sahkah panitia
zakat/amil yang dibentuk oleh kelurahan?
Jawab : Jika memenuhi
persyaratan-persyaratannya seperti diangkat oleh imam dan panitia itu
termasuk orang yang menguasai bab zakat, maka dapat disebut amil zakat. ( Buka
kitab Al-Bajury, jilid 1 hal: 290 ).
♦
Soal : Apakah pengurus (panitia) zakat yang didirikan oleh suatu
organisasi Islam itu termasuk amil menurut syariat, ataukah tidak?
Jawab :
Panitia pembagian zakat yang ada pada waktu ini tidak termasuk amil
zakat menurut agama Islam, sebab mereka tidak diangkat oleh imam (kepala negara).
(Buka kitab Al-Bajuri 1/283 dan At-Taqrirat : 424).
♦
Soal : Bolehkah zakat fitrah dijual oleh
panitia zakat dan hasil penjualannya dipergunakan menurut kebijaksanaan panitia?
Jawab : Zakat
fitrah tidak boleh dijual kecuali oleh mustahiqnya. (Buka kitab Al-Anwar juz 1
bab zakat)
♦
Soal : Bolehkah zakat atau sebagiannya dijadikan modal usaha bagi
panitia-panitia zakat atau badan-badan sosial tersebut ?
Jawab :
Tidak boleh zakat atau sebagiannya dijadikan modal usaha bagi panitia-panitia
atau badan-badan sosial. (Buka kitab Al-Muhadzdzab, jilid 1 hal : 169)
Referensi :
1. Bulughul Maram
2. Fathul Qorib
3. Tanwirul Qulub
4. Hasyiah Al-Bajuri
5. Bughyatul Mustarsyidin
6. I’anah At-Tholibin
7. Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab
8. Tuhfatul Muhtaj
9. Ihya Ulumuddin
10. Ahkamul Fuqaha
0 komentar:
Posting Komentar