Selasa, 27 Februari 2018

Bersalaman Setelah Shalat



Bersalaman antar sesama Muslim memang sangat dianjurkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Hal ini dimaksudkan agar persaudaraan Islam semakin kuat dan persatuan umat Islam semakin kokoh. Salah satu bentuknya adalah anjuran untuk bersalaman apabila bertemu. Bahkan jika ada saudara Muslim yang datang dari bepergian jauh, misalnya usai melaksanakan ibadah haji, maka disunnahkan juga saling berangkulan (mu'anaqah). Dalam sebuah hadits disebutkan:

عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا - سنن ابن ماجه، رقم: ٣٦٩٣
"Diriwayatkan dari al-Barra' bin 'Azib ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah dua orang Muslim bertemu, kemudian keduanya bersalaman, kecuali diampuni dosanya sebelum mereka berpisah." (Sunan Ibn Majah [3693])

Berdasarkan hadits inilah ulama Syafi'iyyah mengatakan bahwa bersalaman setelah shalat hukumnya sunnah. Kalaupun perbuatan itu dikatakan bid'ah, tetapi masuk dalam kategoi bid'ah mubahah. Imam al-Nawawi menganggap bahwa hal itu adalah perbuatan yang baik untuk dilakukan.

(مَسْأَلَةٌ) هَلِ الْمُصَافَحَةُ بَعْدَ صَلاَةِ الْعَصْرِ وَالصُّبْحِ فَضِيْلَةٌ أَمْ لاَ؟ (الْجَوَابُ) الْمُصَافَحَةُ سُنَّةٌ عِنْدَ التَّلاَقِيْ، وَأَمَّا تَخْصِيْصُ النَّاسِ لَهَا بَعْدَ هَاتَيْنِ الصَّلاَتَيْنِ فَمَعْدُوْدٌ فِي الْبِدْعَةِ الْمُبَاحَةِ (وَالْمُخْتَارُ) أَنَّهُ إِنْ كَانَ هَذَا الشَّخْصُ قَدْ اجْتَمَعَ هُوَ وَهُوَ -قَبْلَ الصَّلاَةِ- فَهُوَ بِدْعَةٌ مُبَاحَةٌ كَمَا قِيْلَ، وَإِنْ كَانَ لَمْ يَجْتَمِعَا فَهُوَ مُسْتَحَبّ، لِأَنَّهُ ابْتِدَاءُ اللِّقَاءِ - فتاوى الإمام النواوي المسماة بالمسائل المنثورة، ص ٦١
"(Soal) apakah bersalaman setelah shalat Ashar dan Subuh memiliki keutamaan atau tidak? (Jawab) bersalaman itu sunnah dilakukan ketika bertemu. Adapun orang-orang yang mengkhususkan diri untuk melakukannya setelah dua shalat itu (Ashar dan Subuh) maka dianggap bid'ah mubahah. (Pendapat yang dipilih), sesungguhnya kalau seseorang sudah berkumpul dan bertemu sebelum shalat, maka bersalaman itu adalah bid'ah mubahah sebagaimana di atas. Tetapi jika sebelumnya belum pernah bertemu, maka (bersalaman itu) adalah sunnah. Karena ketika itu (dianggap) baru bertemu." (Fatawi al-Imam al-Nawawi, 61) 

Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang shalat itu sama dengan orang yang ghaib (tidak ada di tempat karena bepergian atau lainnya). Setelah shalat, seakan-akan ia baru datang dan bertemu dengan saudaranya yang Muslim. Maka ketika itu dianjurkan untuk bersalaman. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin:


(فَائِدَةٌ) الْمُصَافَحَةُ مِنَ الْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ وَاسْتَحْسَنَهُ النَّوَوِيُّ، وَيَنْبَغِيْ التَّفْصِيْلُ بَيْنَ مَنْ كَانَ مَعَهُ قَبْلَ صَلاَةٍ فَمُبَاحَةٌ، وَمَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ فَمُسْتَحَبَّةٌ إِذْ هِيَ سُنَّةٌ عِنْدَ اللِّقَاءِ إِجْمَاعًا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّ الْمُصَلِّيَ كَالْغَائِبِ فَعَلَيْهِ تُسْتَحَبُّ عَقِيْبَ الْخَمْسِ مُطْلَقًا - بغية المسترشدين، ص ٥٠-٥١
 "Bersalaman itu termasuk bid'ah yang mubah, dan Imam al-Nawawi menganggapnya sesuatu yang baik. Tapi hendaknya di-tafshil (diperinci), antara orang yang sebelum shalat sudah bertemu, maka salaman itu hukumnya mubah (boleh). Dan jika memang sebelumnya tidak bersama (belum bertemu), maka dianjurkan (untuk bersalaman). Karena bersalaman itu disunnahkan ketika bertemu menurut ijma' ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang shalat seperti orang yang ghaib (tidak ada/tidak bertemu). Maka baginya disunnahkan bersalaman setiap selesai shalat lima waktu secara mutlak (baik sudah bertemu sebelumnya ataupun tidak)." (Bughyah al-Mustarsyidin, 50-51) 

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum bersalaman setelah shalat adalah boleh, bahkan sunnah dilakukan jika sebelum shalat memang belum bertemu.

0 komentar:

Posting Komentar