Sayidina Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah
berkata:
“Ketahuilah
bahwa Allah memiliki hamba-hamba yang mukhlis. Seakan-akan mereka melihat ahlul
jannah (penduduk surga) bersenang-senang di surga, dan para penduduk neraka
diazab di neraka. Mereka terjaga dari perbuatan-perbuatan jelek, hati mereka
selalu bersedih, jiwa-jiwa mereka berusaha menjauhi hal-hal yang buruk dan
kebutuhan mereka (terhadap dunia) sangatlah sedikit.
Mereka
bersabar (dalam melalui) hari-hari yang sebentar ini, untuk kehidupan yang
panjang (kekal). Setiap malam kaki-kaki mereka selalu tegak dalam shalat. Air
mata mereka selalu mengalir di pipi mereka. Mereka berdoa dengan
sungguh-sungguh kepada Rabb mereka, ‘Wahai Rabb kami…, wahai Rabb kami…,’ meminta supaya hati mereka dibuka. Sedang di
siang hari, mereka adalah para ulama yang baik hati, orang yang baik dan
bertakwa. Mereka seperti anak panah. Orang-orang yang melihat mereka berkata,
‘Ini orang sakit’, padahal
mereka tidaklah sakit. Dan mereka berkata, ‘Bergaullah dengannya, sungguh telah
mencampuri kaum itu sesuatu yang besar.’”
Tegukan Hikmah:
Nasihat ini
termaktub dalam kitab Al-Aqdul Farid, 3/136 dan Al-Bidayah wan
Nihayah, 8/7.
Di dunia ini
ada hamba-hamba Allah yang oleh Sayidina Ali bin Abu Thalib
radhiyallahu ‘anhu disebut
sebagai golongan hamba-hamba yang mukhlis. Mereka adalah orang-orang yang
mengikhlaskan seluruh amalnya semata-mata untuk menggapai keridhaan Allah.
Mereka sangat taat beribadah kepada Allah. Waktu malam yang mereka lalui,
mereka isi dengan berdiri, rukuk, dan sujud di hadapan Tuhan mereka. Mata
mereka selalu dibasahi oleh deraian air mata. Kesedihan menimpa hati mereka,
takut kalau-kalau Allah takkan membuka hati mereka.
Sayidina Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu
menggambarkan keadaan mereka yang senantiasa bersungguh-sungguh menyeru Allah.
Harapan dalam seruan mereka itu adalah agar Allah membuka hati mereka, sehingga
mampu melihat hakikat dunia dan akhirat. Allah mengijabah doa mereka, sehingga
mereka terdorong untuk selalu menaati Allah. Seolah-olah mereka mampu
menyaksikan kehidupan penduduk surga yang bergelimang dengan kebahagiaan abadi,
dan juga menyaksikan kepedihan yang dialami penduduk neraka akibat siksaan yang
berkepanjangan. Terhadap dunia mereka tak menaruh harapan. Mereka hanya
mengambilnya sedikit saja, sekedar keperluan yang bisa menguatkan mereka untuk
beribadah kepada Allah.
Begitu
mulianya kehidupan yang mereka jalani. Di malam hari mereka menghinakan diri di
hadapan Allah, sedangkan di siang hari mereka menjadi manusia-manusia bertakwa
yang berakhlak mulia.
Belumkah
terketuk hati kita untuk menjadi seperti mereka?
0 komentar:
Posting Komentar