Rabu, 27 Juni 2018

Orang-orang yang Takut


Sayidina Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:

“Ketahuilah bahwa Allah memiliki hamba-hamba yang mukhlis. Seakan-akan mereka melihat ahlul jannah (penduduk surga) bersenang-senang di surga, dan para penduduk neraka diazab di neraka. Mereka terjaga dari perbuatan-perbuatan jelek, hati mereka selalu bersedih, jiwa-jiwa mereka berusaha menjauhi hal-hal yang buruk dan kebutuhan mereka (terhadap dunia) sangatlah sedikit.

Mereka bersabar (dalam melalui) hari-hari yang sebentar ini, untuk kehidupan yang panjang (kekal). Setiap malam kaki-kaki mereka selalu tegak dalam shalat. Air mata mereka selalu mengalir di pipi mereka. Mereka berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Rabb mereka, ‘Wahai Rabb kami…, wahai Rabb kami…,’ meminta supaya hati mereka dibuka. Sedang di siang hari, mereka adalah para ulama yang baik hati, orang yang baik dan bertakwa. Mereka seperti anak panah. Orang-orang yang melihat mereka berkata, ‘Ini orang sakit’, padahal mereka tidaklah sakit. Dan mereka berkata, ‘Bergaullah dengannya, sungguh telah mencampuri kaum itu sesuatu yang besar.’”

Tegukan Hikmah:
Nasihat ini termaktub dalam kitab Al-Aqdul Farid, 3/136 dan Al-Bidayah wan Nihayah, 8/7.

Di dunia ini ada hamba-hamba Allah yang oleh Sayidina Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu disebut sebagai golongan hamba-hamba yang mukhlis. Mereka adalah orang-orang yang mengikhlaskan seluruh amalnya semata-mata untuk menggapai keridhaan Allah. Mereka sangat taat beribadah kepada Allah. Waktu malam yang mereka lalui, mereka isi dengan berdiri, rukuk, dan sujud di hadapan Tuhan mereka. Mata mereka selalu dibasahi oleh deraian air mata. Kesedihan menimpa hati mereka, takut kalau-kalau Allah takkan membuka hati mereka. 

Sayidina Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu menggambarkan keadaan mereka yang senantiasa bersungguh-sungguh menyeru Allah. Harapan dalam seruan mereka itu adalah agar Allah membuka hati mereka, sehingga mampu melihat hakikat dunia dan akhirat. Allah mengijabah doa mereka, sehingga mereka terdorong untuk selalu menaati Allah. Seolah-olah mereka mampu menyaksikan kehidupan penduduk surga yang bergelimang dengan kebahagiaan abadi, dan juga menyaksikan kepedihan yang dialami penduduk neraka akibat siksaan yang berkepanjangan. Terhadap dunia mereka tak menaruh harapan. Mereka hanya mengambilnya sedikit saja, sekedar keperluan yang bisa menguatkan mereka untuk beribadah kepada Allah.

Begitu mulianya kehidupan yang mereka jalani. Di malam hari mereka menghinakan diri di hadapan Allah, sedangkan di siang hari mereka menjadi manusia-manusia bertakwa yang berakhlak mulia. 

Belumkah terketuk hati kita untuk menjadi seperti mereka?

0 komentar:

Posting Komentar