Kamis, 19 Juli 2018

Ketika Penguasa Menyeleweng



Telah sampai kepada kita berita yang menyebutkan bahwa Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu pernah berkhutbah yang di dalamnya setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata:

“Ketahuilah, sesungguhnya orang yang paling sengsara di dunia dan di akhirat adalah para penguasa. Sesungguhnya di antara para penguasa itu ada yang ketika ia berkuasa, Allah menjadikannya merasa kurang atas apa yang ia miliki, dan mencintai apa yang dimiliki oleh orang lain. Mengurangi separuh umurnya dan menyelipkan ke dalam hatinya kecintaan, sehingga ia dengki terhadap sesuatu yang sedikit dan murka terhadap sesuatu yang banyak. Ia juga bosan terhadap kesenangan hidup serta tidak bisa merasakan nikmatnya pernikahan.

Ia tidak bisa mengambil pelajaran dan tidak konsisten (antara ucapan dan perbuatannya). Ia laksana dirham yang tak berharga dan fatamorgana yang menipu. Di luar ia terlihat bahagia, padahal sebenarnya ia tertimpa kesusahan. Ia tunduk terhadap hawa nafsunya dan menghabiskan umurnya (untuk menuruti hawa nafsu itu). Setelah itu kematian menjemputnya. Maka Allah akan mempersulit hisab-Nya dan tidak memurahkan ampunan-Nya untuknya. Kecuali bagi yang beriman kepada-Nya, serta berhukum kepada Kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya.”

Tegukan Hikmah:
Nasihat ini termaktub dalam Kitab Al-Bayan wat Tabyin, II/43 dan Al-Aqdul Farid, IV/56.

Ini adalah nasihat dan peringatan dari beliau untuk kita dan para penguasa. Untuk kita, Sayidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu secara tersirat menasihatkan agar tak memandang bahwa menjadi penguasa itu enak dan segala kebutuhan pasti terpenuhi. Di balik tampilan yang nampak ‘enak’ itu sesungguhnya tersimpan ujian yang sangat berat. Dalam ujian tersebut, siapa pun di antara penguasa itu yang tidak lulus, maka ia akan divonis dengan hukuman Tuhan yang sangat berat, menjadi manusia yang paling sengsara baik di dunia maupun di akhirat. Sejarah telah mencatat, jumlah penguasa yang tidak lulus dalam ujian tersebut jauh lebih banyak daripada yang lulus. 

Sedangkan bagi para penguasa, ini merupakan nasihat dan peringatan keras dari Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Maka hendaklah insyaf dan selalu memohon pertolongan Allah dalam melaksanakan tugas. Jika itu tidak dilakukan maka yang akan muncul dalam dirinya adalah sifat tamak, selalu merasa kurang atas apa yang telah ia miliki, benci terhadap sesuatu yang sedikit dan murka terhadap sesuatu yang banyak. 

Murka terhadap sesuatu yang banyak maksudnya adalah selalu tidak pernah merasa bahagia jika menyaksikan ada orang yang memiliki sedikit kelebihan dari yang dimilikinya. Sifat lainnya yang muncul adalah tidak konsisten antara ucapan dan perbuatan, dan ia menampilkan diri sebagai orang yang bahagia, padahal batinnya penuh dengan himpitan kesusahan. 

Sifat-sifat dan keadaan para penguasa yang gagal, seperti yang disebutkan oleh Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, telah nyata ada di antara para penguasa di dunia ini, bahkan di negeri kita sendiri. Mereka itu akan memperoleh kesulitan saat berhadapan dengan Allah kelak di akhirat. Allah Subhanahu wata’ala akan mempersulit hisab dan ampunan-Nya bagi mereka. 

Oleh karena itu, bagi para penguasa, sadarlah dan segeralah memohon bimbingan Allah. Hanya ada satu cara yang bisa menyelamatkan seorang penguasa dari kesulitan-kesulitan itu, yakni selalu berhukum dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Untuk merealisasikan itu, tentunya tidak harus mengubah negara ini menjadi negara Islam. Cukuplah dengan membuat segala macam peraturan yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah, kemudian secara konsisten dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

0 komentar:

Posting Komentar