Telah sampai
kepada kita berita yang menyebutkan bahwa Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu pernah
berkhutbah yang di dalamnya setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata:
“Ketahuilah,
sesungguhnya orang yang paling sengsara di dunia dan di akhirat adalah para
penguasa. Sesungguhnya di antara para penguasa itu ada yang ketika ia berkuasa,
Allah menjadikannya merasa kurang atas apa yang ia miliki, dan mencintai apa
yang dimiliki oleh orang lain. Mengurangi separuh umurnya dan menyelipkan ke
dalam hatinya kecintaan, sehingga ia dengki terhadap sesuatu yang sedikit dan
murka terhadap sesuatu yang banyak. Ia juga bosan terhadap kesenangan hidup
serta tidak bisa merasakan nikmatnya pernikahan.
Ia tidak
bisa mengambil pelajaran dan tidak konsisten (antara ucapan dan perbuatannya).
Ia laksana dirham yang tak berharga dan fatamorgana yang menipu. Di luar ia
terlihat bahagia, padahal sebenarnya ia tertimpa kesusahan. Ia tunduk terhadap
hawa nafsunya dan menghabiskan umurnya (untuk menuruti hawa nafsu itu). Setelah
itu kematian menjemputnya. Maka Allah akan mempersulit hisab-Nya dan tidak
memurahkan ampunan-Nya untuknya. Kecuali bagi yang beriman kepada-Nya, serta
berhukum kepada Kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya.”
Tegukan Hikmah:
Nasihat ini
termaktub dalam Kitab Al-Bayan wat Tabyin, II/43 dan Al-Aqdul Farid, IV/56.
Ini adalah
nasihat dan peringatan dari beliau untuk kita dan para penguasa. Untuk kita, Sayidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu secara
tersirat menasihatkan agar tak memandang bahwa menjadi penguasa itu enak dan
segala kebutuhan pasti terpenuhi. Di balik tampilan yang nampak ‘enak’ itu
sesungguhnya tersimpan ujian yang sangat berat. Dalam ujian tersebut, siapa pun
di antara penguasa itu yang tidak lulus, maka ia akan divonis dengan hukuman
Tuhan yang sangat berat, menjadi manusia yang paling sengsara baik di dunia
maupun di akhirat. Sejarah telah mencatat, jumlah penguasa yang tidak lulus
dalam ujian tersebut jauh lebih banyak daripada yang lulus.
Sedangkan
bagi para penguasa, ini merupakan nasihat dan peringatan keras dari Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Maka
hendaklah insyaf dan selalu memohon pertolongan Allah dalam melaksanakan tugas.
Jika itu tidak dilakukan maka yang akan muncul dalam dirinya adalah sifat
tamak, selalu merasa kurang atas apa yang telah ia miliki, benci terhadap
sesuatu yang sedikit dan murka terhadap sesuatu yang banyak.
Murka terhadap sesuatu yang banyak maksudnya adalah selalu tidak pernah
merasa bahagia jika menyaksikan ada orang yang memiliki sedikit kelebihan dari
yang dimilikinya. Sifat lainnya yang muncul adalah tidak konsisten antara ucapan dan
perbuatan, dan ia menampilkan diri sebagai orang yang bahagia, padahal batinnya
penuh dengan himpitan kesusahan.
Sifat-sifat dan keadaan para penguasa yang gagal, seperti yang disebutkan
oleh Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, telah nyata ada di
antara para penguasa di dunia ini, bahkan di negeri kita sendiri. Mereka itu
akan memperoleh kesulitan saat berhadapan dengan Allah kelak di akhirat. Allah
Subhanahu wata’ala akan
mempersulit hisab dan ampunan-Nya bagi mereka.
Oleh karena
itu, bagi para penguasa, sadarlah dan segeralah memohon bimbingan Allah. Hanya
ada satu cara yang bisa menyelamatkan seorang penguasa dari kesulitan-kesulitan
itu, yakni selalu berhukum dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Untuk merealisasikan itu, tentunya tidak
harus mengubah negara ini menjadi negara Islam. Cukuplah dengan membuat segala
macam peraturan yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah, kemudian
secara konsisten dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
0 komentar:
Posting Komentar