Dalam salah satu ungkapannya, Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
“Wahai
kaum muslimin sekalian, malulah kalian kepada Allah. Demi Dzat yang jiwaku ada
di tangan-Nya, sesungguhnya aku bersembunyi di balik bajuku ketika aku buang
hajat di tanah lapang karena malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla.”
Tegukan Hikmah:
Nasihat
ini termaktub dalam Kitab Tahdzibu Hilyatil Auliya’, I/58.
Inilah
sikap yang telah hilang dari diri sebagian besar manusia, yakni malu kepada
Allah. Malu kepada-Nya adalah realisasi adanya keimanan yang benar seorang
hamba terhadap Allah. Perasaan malu kepada Allah tidak mungkin kita capai
kecuali jika kita benar-benar mengimaninya.
Mengapa ada banyak orang yang mengaku beriman kepada
Allah, namun tetap melakukan hal-hal yang memalukan, seolah-olah Allah Yang
Maha Melihat itu tak menyaksikan apa yang ia lakukan? Ya,
itu karena ia hanya mengaku-ngaku saja sebagai orang beriman, padahal
sesungguhnya tidaklah demikian keadaannya.
Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu menasihati kita agar memiliki perasaan
malu kepada Allah. Malu kepada Allah maknanya adalah malu melakukan segala
sesuatu yang tidak disukai oleh-Nya. Tidak mudah bagi kita untuk bisa sampai ke
sana. Namun demikian, kita harus bergerak ke arahnya. Ilmu dan iman merupakan
syarat mutlak agar kita bisa menghadirkan perasaan malu kepada Allah. Dengan
ilmu, kita akan mengetahui hal-hal apa saja yang disukai Allah dan yang
dimurkai Allah. Dengan iman, kita memiliki keyakinan yang teguh untuk selalu
menyadari bahwa Dia menyaksikan setiap perbuatan yang kita lakukan, baik secara
terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Tak ada sesuatu pun yang
terhalang dari pandangan Allah Subhanahu wata’ala.
Ada
banyak hal kecil atau kebiasaan yang bisa kita lakukan untuk menyemai tumbuhnya
perasaan malu kepada Allah. Salah satunya, seperti yang dikatakan Sayidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu,
saat buang hajat. Bagi kita ini adalah perkara sepele, namun Sayidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
memperlihatkan bahwa dalam persoalan sepele itu pun beliau menanamkan dalam
dirinya perasaan malu kepada Allah. Saat Anda makan, malulah pada Allah bila
Anda tak melakukannya sesuai dengan tuntunan Nabi. Saat Anda berdagang, malulah
pada Allah jika praktik dagang yang Anda lakukan bertentangan dengan ketentuan
Tuhan. Dan sebagainya. Dari hal-hal kecil itu kita belajar untuk menjadi
manusia yang memiliki perasaan malu kepada Allah Ta’ala, sebagaimana yang
dipesankan oleh Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
0 komentar:
Posting Komentar